Breaking News

Membongkar Sindikat Penjualan Organ Tubuh Manusia




Indoheadlinenews.com - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan tiga tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia.

Tersangka ditangkap di Kota Bandung. Tiga orang tersangka tersebut yaitu AG (perekrut), DD (perekrut), dan HS (penghubung). ”Pelaku kini telah ditahan di Bareskrim, dan kita terus memeriksa saksi-saksi di mana sampai saat ini tujuh saksi telah diperiksa,” ujar Kasubdit III Direktorat Tidak Pidana Umum Bareskrim Komisaris Besar Pol Umar Fana di Jakarta kemarin.

Dalam kasus ini, penyidik telah menemukan barang bukti berupa 2 ponsel, 1 buku tabungan atas nama HS, 1 kartu ATM, 1 kartu kredit, 1 CPU, dokumen rekam medis, hasil CT scan, hasil laboratorium di Bandung, surat pernyataan dari korban, dan surat persetujuan dari keluarga korban. Untuk mengembangkan kasus tersebut, Bareskrim telah memeriksa sejumlah saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus penjualan organ tubuh, dalam hal ini ginjal.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, sindikat ini telah beraksi sejak 2008 dan berhasil menjerat 15 korban. Korban yang diincar ratarata berusia sekitar 20-30 tahun dengan profesi yang membutuhkan tenaga ekstra, seperti sopir, petani, tukang ojek. Mereka berasal dari sejumlah daerah di Jawa Barat, di antaranya Garut selatan, Bandung selatan, dan Soreang. Sementara pembeli atau penerima donor biasanya adalah WNI dan beberapa warga negara asing dari negara tetangga, seperti Singapura.

Kasus perdagangan ini melanggar UU 21/ 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebelumnya Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan bahwa penjualan organ tubuh sama halnya dengan penjualan orang. Keberadaan sindikat penjualan organ tubuh manusia tercium ketika salah seorang tahanan di Polres Garut, Jawa Barat berinisial HLL, mengeluh kesakitan di bagian perut. Saat dilakukan pemeriksaan kesehatan, ternyata ditemukan ada bekas operasi ginjal di tubuh HLL.

Setelah ditelusuri, ternyata yang bersangkutan merupakan salah satu korban dari penjualan ginjal yang diduga dilakukan oleh AG dan DD. Dari keterangan yang dihimpun polisi, HLL direkrut tersangka AG pada Juni 2015 untuk menjual ginjalnya dengan harga sekitar Rp80-90 juta. Kemudian, korban diantarkan kepada DD untuk melakukan pengecekan ginjal di laboratorium di daerah Bandung. Tersangka AG dan DD merupakan orang suruhan HS untuk melakukan perekrutan orang yang bersedia menjual ginjal. Atas jasanya mencarikan orang, AG mendapatkan upah sekitar Rp5-7,5 juta, sedangkan untuk DD Rp10 hingga Rp15 juta.

”Itu setelah dinyatakan ginjal korban dalam keadaan sehat dan hasil lab diberikan kepadanya,” ungkap Umar. Setelah diserahkan korban beserta hasil labnya, HS langsung mengajak korban ke dokter ahli ginjal. Setelah itu dokter tersebut memberikan surat pengantar korban dan dibawa ke rumah sakit di daerah Jakarta untuk dilakukan CT scan ginjal. Kemudian dilanjutkan ke salah satu RS di Jakarta untuk pemeriksaan jantung, paru-paru, dan psikiater.

”Setelah dinyatakan memenuhi syarat untuk transplantasi,” ungkapnya. Hasil pemeriksaan tersebut diberikan kepada tim dokter yang akan melakukan transplantasi. Kemudian, tim dokter melakukan rapat untuk penentuan tanggal operasi. Setelah itu, tim dokter menyerahkan surat persetujuan dari keluarga korban. Dan surat itu ditandatangani oleh HS. ”Setelah itu dilakukan operasi transplantasi,” katanya.

Dengan dilakukannya operasi transplantasi ginjal, penerima ginjal diharuskan untuk membayar pembelian ginjal dengan harga Rp225 juta kepada tersangka HS. Pembayaran itu dilakukan tiga kali pertama sebelum operasi yaitu Rp25 juta dan sisa pembayarannya dibayar setelah operasi selesai.

”Tersangka HS menerima keuntungan Rp110 juta,” jelasnya. Kasus perdagangan organ secara ilegal menjadi masalah di negara-negara berkembang. Global Financial Integrity, sebuah organisasi yang menangani kejahatan transnasional di dunia, memperkirakan masalah terus menunjukkan peningkatan akibat stagnasi perekonomian dan lemahnya penegakan hukum. Berdasar catatan mereka, pada 2014 lalu sebanyak 7.000 ginjal manusia diambil secara ilegal untuk transplantasi. Sebagian besar kasus terjadi di kawasan Asia Selatan.

Rumah Sakit Terlibat?

Polisi juga mendalami kemungkinan keterlibatan rumah sakit. Dalam kasus ini, pihak rumah sakit melewatkan proses wawancara terhadap korban yang menjadi pendonor ginjal. Menurut Umar, dalam wawancara sebelum operasi transplantasi ginjal, seharusnya dapat diketahui jika korban merupakan seorang pekerja keras, dan memiliki hubungan yang sedarah.

Bila diketahui terdapat pantangan itu, operasi pun tak bisa dilakukan. Jika ternyata melewatkan standard operating procedure (SOP), dalam hal ini wawancara, pihak rumah sakit bisa dianggap melakukan malapraktik. ”Kami sedang dalami apakah RS tahu mekanismenya seperti ini. Tapi ini sudah jelas mala praktik karena SOP tidak dilaksanakan. Ada satu mekanisme yang tidak dilakukan oleh rumah sakit yakni wawancara,” jelas dia.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap tersangka, ada tiga rumah sakit—satu rumah sakit negeri dan dua rumah sakit swasta—yang terseret dalam kasus tersebut. Polisi bahkan menduga ada kongkalingkong antara tersangka HR atau HS yang berperan sebagai pihak yang menjembatani rumah sakit di Jakarta dengan pendonor yang sudah direkrut tersangka DD dan AG.

”Yang terjadi sekarang, permintaan ini indikasinya muncul dari rumah sakit. Rumah sakit call HR kemudian HR kontak DD dan AG untuk rekrut,” ucap Umar. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menegaskan, penjualan organ tubuh manusia meskipun dilakukan untuk tujuan transplantasi medis, jelas melanggar aturan. Selain berbahaya dan bisa mengancam jiwa pendonor, proses yang ilegal tidak dibenarkan dalam dunia medis.

Pakar kriminologi Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menandaskan apa pun alasannya, kasus penjualan organ tubuh secara ilegal melanggar UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Karena itulah, dia meminta aparat penegak hukum menuntaskan permasalahan ini hingga ke akarnya. Dia meyakini kasus tersebut melihatkan sindikat, mulai penjual, perantara, hingga dokter. 




sumber: koran.sindo.com

Tidak ada komentar