Breaking News

Ini Analisa Pakar Mantan, Benarkah Pembodohan Publik Detikcom Jatuhkan Megawati, Pesanan SBY?




Indoheadlinenews.com - Saya cukup tersentak membaca judul berita di media mainstream detikcom: Megawati Peritahkan PDIP DKI Lawan Calon Independen di Pilgub Jakarta.


Namun setelah saya baca berulang-ulang, tidak ada satupun point yang mengarah pada kesimpulan bahwa Megawati dan PDIP akan menyediakan pasangan calon gubernur untuk melawan Ahok. Tidak ada sama sekali. Sebaiknya saya kutip persis pernyataan Prasetio, elit PDIP, yang kemudian membuat Megawati menjadi sasaran tembak:


Penguatan konsolidasi PDIP di DKI ini ditekankan Megawati usai PDIP menggelar Rapat Koordinasi Bidang Internal di Kantor DPP PDIP pada waktu sebelumnya. Poin kedua, 

Megawati ingin PDIP melawan deparpolisasi, yakni usaha menjauhkan politik pemerintahan dari fungsi partai politik.


“Soal deparpolisasi. Secara tata negara, deparpolisasi adalah pelemahan. PDIP melawan deparpolisasi,” kata Prasetio.


Jika diperhatikan, pertemuan antara Megawati dengan elit PDIP bukanlah sebuah kepanikan hanya karena Ahok menyatakan maju via jalur independen. Pertemuan tersebut bersifat biasa. 

Bahwa ada poin kedua soal deparpolisasi ini tidak bisa kemudian disimpulkan Megawati melawan Ahok dan #TemanAhok.


Kita tentu tidak tau bagaimana pernyataan persis Bu Megawati, namun arti deparpolisasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah: pengurangan jumlah partai politik. Atau bisa diartikan pengurangan peran partai.


Persis seperti yang saya kutip dari detikcom: Poin kedua, Megawati ingin PDIP melawan deparpolisasi, yakni usaha menjauhkan politik pemerintahan dari partai politik.
 
Ini jelas bukan berarti Megawati tidak suka dengan Ahok karena maju via jalur independen, lalu ingin PDIP melawannya. Sama sekali bukan.


Sekali lagi mari garis bawahi “menjauhkan politik pemeritahan dari partai politik.” Bagi saya ini adalah usaha Megawati untuk memperbaiki citra partau politik di mata masyarakat. Jangan sampai partai politik tidak ambil bagian dalam menstabilkan dinamika politik di pemerintahan.


Soal deparpolisasi ini bukan pertama kalinya Megawati angkat bicara. Sekali lagi, bukan karena Ahok maju via jalur independen lantas Megawati menyinggung deparpolisasi.


Tahun sebelumnya, tepatnya 28 Mei 2015, Megawati saat menyoroti kegaduhan politik yang terjadi di tubuh Golkar. Megawati menyinggung soal hilangnya kredebilitas partai politik oleh orang-orang yang ada di dalamnya (baca: politisi, semua Parpol).


“Secara umum parpol itu bisa dibuat modern. Tapi apa ya, parpol sekarang aneh, parpol dibuat deparpolisasi. Dijelek-jelekin,” ujar Mega di Auditorium Gadjah Mada, Lemhannas RI, Jakarta.


“Bapak dari Golkar ya? Sekarang kan ini pasang surut, besok pasti pasang naik. Dulu juga saya begitu. Ditekan. Ini kan dialektika. Terus saja. Mungkin ada kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi,” pungkas dia.


Saat itu Megawati berdiri sebagai negarawan sekaligus politisi kawakan yang sepertinya mulai gerah dengan citra Parpol yang semakin memburuk. Namun itu hanya selingan, karena pada intinya Megawati menyampaikan tentang peran Lemhanas.


“Lembaga ini bukanlah sekadar legalitas untuk meniti karir. Bukan pula lembaga stempel sertifikasi kepemimpinan. Lembaga ini dirancang sedemikian rupa, agar para calon pemimpin dari penjuru tanah air, berkumpul, bergotong royong, melakukan kerja kolektif dan merumuskan jalan untuk Indonesia Raya,” jelas Megawati.


“Melalui wadah ini pula, Bung Karno ingin membentuk 100 persen patriot bangsa, nasionalis sejati, dan unggul dalam pemahaman geopolitik untuk kedaulatan bangsa,” tutup Ketua Umum PDI Perjuangan itu.


Sampai di sini, jika ada yang beranggapan istilah deparpolisasi merupakan istilah baru dan ditujukan searah pada Ahok, jelas itu pemahaman yang salah.


Lalu soal Megawati menginstruksikan PDIP melawan calon independen karena dianggap deparpolisasi, ini pun kesimpulan yang salah total. Tidak ada pernyataan Megawati yang seperti itu.


Bahwa Prasetio berkomentar soal Ahok sebagai calon independen, itu bukan lagi kalimat Megawati. Detikcom jangan melakukan cocok logi dengan teori sambung sana sini, lalu menjatuhkan nama Megawati. Mana bisa media mainstream memuat berita tidak bertanggung jawab seperti ini?


Mari perhatikan dua pernyataan Prasetio berikut ini:


“Soal deparpolisasi. Secara tata negara, deparpolisasi adalah pelemahan. PDIP melawan deparpolisasi,” kata Prasetio.


Ini jelas pernyataan PDIP dan Megawati. Dari dulu Mega selalu berusaha menjadikan PDIP sebagai contoh bagi partai lain soal sikap dan respon. Kekhawatiran deparpolisasi sudah dirasakan Megawati jauh sebelum ada relawan Teman Ahok.
 
Kemudian lanjut pada kutipan berita detikcom selanjutnya:


Apa bentuk konkret dari deparpolisasi dalam konteks Pilgub DKI? Prasetio menjelaskan, pencalonan gubernur lewat jalur independen adalah bentuk deparpolisasi.


“Independen itu kan liberal. Maksud dan tujuannya sah, tapi tidak ada payung hukum dan Undang-undangnya,” kata Prasetio.


Saat ini, bakal calon independen untuk Pilgub DKI 2017 adalah Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok). Prasetio menilai, jalur independen merupakan perwujudan paham liberal. 

Padahal untuk konteks Indonesia, peran parpol juga sebagai wadah pertanggung jawaban kepala daerah yang diusung.


Silakan diperhatikan. Tidak ada pernyataan terbuka bahwa itu mewakili PDIP. Prasetio menjawab pertanyaan dan tentu saja bukan lagi materi Megawati.


Kalau seperti ini kan namanya teori cocoklogi, sambung sana sini untuk jatuhkan Megawati. Ada apa dengan detikcom?


Kalau begini, izinkan  kami dikutip melalui sewordcom melakukan hal yang sama, namun sedikit lebih waras.


Beberapa bulan lalu saya diundang makan dengan Bu Risma, Walikota Surabaya kader PDIP. Saat itu ada juga geng blog detikcom yang datang namun tidak mau duduk di barisan undangan yang lain. Dia duduk terpisah.


Saat itu dia sempat terlibat debat dengan saya soal undangan makan yang menurutnya tidak boleh membicarkan politik. Entah bagaimana maksudnya, mungkin agar kami menanyakan apakah Bu Risma sudah cuci baju hari itu?


Geng blog detikcom ada 2 orang. Salah satunya mengganggu suasana diskusi dalam ruangan dengan meremas-remas botol minuman dan membuat kebisingan. Bu Risma yang terganggu langsung berhenti berdiskusi dan menanyakan apa maunya orang itu?


Selang beberapa hari setelahnya saya ke Jakarta, bertemu dengan teman-teman dan sempat 

cerita soal kejadian ini. Salah satu teman saya yang aktif di politik langsung menyimpulkan bahwa detikcom itu dari dulu merupakan anteknya SBY.


“Cek aja Mas, perhatikan.”


Jadi wajar kalau antek-anteknya ini tidak suka dengan Bu Risma yang merupakan kader PDIP. Apalagi undangan makan tersebut dilaksanakan beberapa bulan menjelang Pilkada Surabaya.
 
Kalau begini, mungkin benar kata teman saya tersebut. Orang yang sudah malang melintang di jagad politik Indonesia, bisa menyimpulkan dengan sangat logis, bahkan untuk hal-hal yang tak pernah saya pikirkan.


Setelah saya perhatikan di hasil pencarian Google, memang hanya detikcom, media mainstream yang membuat judul provokatif pada Megawati.


Apakah benar detikcom adalah antek SBY? Silahkan simpulkan sendiri.



Terakhir saya ingin membantah bahwa Megawati tidak setuju dengan Ahok dan melawan calon independen, ini semata-mata tidak agar tidak terjadi pembodohan publik di antara kita.
 
Pada saat KTT OKI, Ahok sempat bertemu dengan Megawati. Cerita versi Ahok, Bu Mega hanya senyum-senyum saja dan tidak membahas deparpolisasi.

Aku ketemu di Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Konferensi Islam. (Mega) Enggak ada tanggapan. Dia cuma senyum-senyum saja dan ketawa,” kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (7/3/2016).


Ahok bilang, dirinya sudah menjelaskan kepada Mega terkait maksud dan tujuannya dengan Teman Ahok. Mega pun sepakat dengan Ahok yang tak ingin membuat komunitas Teman Ahok kecewa. Ahok menuturkan, Teman Ahok butuh surat resmi dukungan dari Mega.
 
Kita sangat tau bagaimana berpendiriannya seorang Megawati. Sekali hitam akan tetap hitam. 

Kalau Megawati marah dengan Ahok, jangankan mau bicara, tersenyum pun tak akan sudi. Ini yang diterima SBY selama 10 tahun menjadi Presiden. Sekalipun sempat bertemu, Megawati tak pernah sedikitpun tersenyum. Apalagi mau berbicara, mustahil. SBY buat video alay di Youtube pun tak ditanggapi sedikitpun oleh Megawati.

Jadi kalau kalau beranggapan Megawati marah dengan Ahok, itu pasti salah.


Sampai di sini apakah detikcom membuat pembodohan publik dan membunuh karakter Megawati karena pesanan SBY? silahkan dipikirkan sendiri.


Tapi yang jelas, di mata saya detikcom telah memuat berita pembodohan publik dengan teori cocoklogi sambung sana sini. Sangat disengaja untuk menjatuhkan Megawati.


Begitulah kura-kura. (sumber: pakarmantan, seword.com)

baca juga: - Kumpulan Meme Kocak Sanusi Gerindra Bikin Ngakak

- Nasdem: Dubes Yusron Kalau Mau Jadi Timses Sebaiknya Pulang

Sang "Pakar Mantan" Serang SBY Yang Sindir Jokowi Pakai Sandal 

- PBNU: Tak Ada Fatwa Larang Pilih Pemimpin Non Muslim

- Ketika Gus Dur Menangis Lihat Kitab Etika Aristoteles, Gus Dur: Jangan Sampai Agama Jadi Alat Politik  

- Sebut "Pemerintahan Jokowi", Nyali Bu Susi Diakui TOP  

- Beredar Surat Isinya Siap Bunuh Ahok, Teman Ahok Tanggapi Santai  

FAKTA!! Fitnah Keji Terhadap Ahok Tamat! Ternyata Sanusi Yang Sekongkol Dengan Grup Podomoro

-  

Tidak ada komentar