Ini Pendapat Politikus Gerindra Perbedaan Era Soeharto dengan Ahok
Tumpukan tanah dan pasir proyek reklamasi di Pulau G, Teluk Jakarta, 17 April 2016 |
Indoheadlinenews.com - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry J. Juliantono mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang berani menetapkan tersangka dan mencekal orang-orang yang dikenal tidak tersentuh hukum dalam kasus suap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
KPK diketahui menetapkan tersangka kepada Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja; mencekal Sugianto Kusuma alias Aguan, bos raksasa properti Agung Sedayu Group; serta menyeret Sunny Tanuwidjaja, yang merupakan staf khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dalam pusaran kasus suap terkait dengan rancangan peraturan daerah tentang reklamasi.
"Tentu ini menjadi suatu yang berharga di mana kekuatan kartel sangat berkuasa dan menguasai ranah bidang politik ekonomi," kata Ferry dalam diskusi bertema “Grand Corruption Ahok dan Para Kartelnya” di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 19 April 2016.
Ia mengatakan hikmah dari peristiwa tangkap tangan terhadap Sanusi adalah terungkapnya hubungan dan relasi kuat antara Ahok dan kelompok-kelompok usaha yang memiliki kepentingan serta motif tersendiri dalam membuat aturan-aturan. Contohnya, Ferry menyebutkan, reklamasi dan penggusuran atas nama pembangunan.
Ferry menyandingkannya dengan zaman Soeharto. Saat presiden kedua itu masih berkuasa, Ferry menyebutkan, yang berkuasa adalah otoriter berbasis militer yang bersekongkol dengan birokrat dan pengusaha yang kemudian disebut rente. Sedangkan yang terjadi saat ini, menurut Ferry, kebalikannya.
"Militernya tidak terlalu dominan. Yang dominan adalah kartel," tuturnya. "Perusahaan-perusahaan yang sangat dominan dan bersekutu dengan birokrat, baik anggota Dewan atau pejabat eksekutif pemerintah. Teorinya, korporasi-birokrasi-rente."
Ferry melanjutkan, korporasi-birokrasi-rente itu sebetulnya sah-sah saja dalam situasi tertentu. Tapi yang terjadi, kata dia, saking dominannya, korporasi malah mengangkangi birokrasi, sehingga melahirkan penggusuran atas nama pembangunan. Menurut dia, penggusuran di era Soeharto diartikan pembangunan untuk kepentingan umum. Sedangkan di era kepemimpinan Basuki sebagai gubernur tidak seperti itu.
"Pembangunan reklamasi jauh dari pengertian bahwa pembangunan ini untuk rakyat, melainkan ditujukan bagi tetangga Ahok saja yang bangun rumah elite, apartemen mewah," ujarnya.
Ferry mengungkapkan, dominannya persekongkolan korporasi-birokrasi di banyak negara lain itu melahirkan ketidakadilan sekaligus melahirkan kekuatan rakyat untuk bisa melawan kekuatan-kekuatan elite. Jadi ia meyakini bahwa saat ini rakyat Indonesia juga sedang menggalang kekuatan. "Jangan salahkan kalau kekuatan rakyat akan berhadapan dengan kekuatan korporasi yang sekongkol dengan birokrasi," tuturnya.(tempo.co)
baca juga: - Tanpa Kehebohan, Tangerang Reklamasi Pantai Muara Seluas 9.000 Ha
- Ahok: Silakan Fitnah Nanti Malu Sendiri
- Sebut BPK Ngaco, Anang: Ahok Hina Negara dan UUD 45
- Fadli Zon Diingatkan KPK Supaya Jangan Fitnah
- Ruhut Ingatkan Fadli Zon Jangan Pakai Lembaga DPR Untuk Balas Dendam Ke Ahok
- Pabrik Mebel Milik Presiden Jokowi di Sragen Terbakar
- Surat Terbuka Untuk Karni Ilyas, Tentang Ahok, Lapindo Dan Bakrie
- Woww! Ketua BPK Soal Sumber Waras: Kami Ini Pencari Kebenaran
Tidak ada komentar