Ini Alasan Mengapa DPR RI Lelet Mengesahkan Undang-Undang
Indoheadlinews.com -Sebanyak 37 undang-undang (RUU) yang menjadi prioritas untuk diselesaikan oleh DPR RI tahun ini. DPR RI sendiri menargetkan 30 UU untuk diselesaikan. Sedangkan untuk program jangka menengah, ada sekitar 160 UU yang harus disahkan.
Menyelesaikan 150 UU saja sudah untung. Pasalnya melihat kondisi DPR saat ini, maka target tersebut akan sulit tercapai.
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mengatakan, alokasi waktu merupakan permasalahan utama sulitnya pembuatan UU mencapai target.
"Kalau nggak ada alokasi waktu yang jelas, ya nggak tercapai," katanya, di ruang kerjanya, Jumat (29/5).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) ini menilai akibat revisi UU MD3, masa reses anggota DPR RI semakin banyak, dari empat kali menjadi lima kali dalam setahun. Akibatnya tugas anggota DPR RI di bidang legislasi terganggu.
"Padahal kalau mau bahas undang-undang nggak boleh konsentrasi di luar, harus konsentrasi di dalam. Sedangkan waktu masa sidang sangat pendek," ujar Firman.
Hambatan lain, kata legislator dapil Jawa Tengah III ini, adalah sumbatan birokrasi. Menurutnya, DPR RI sering kesulitan memperoleh sumber daya manusia untuk membuat naskah akademik.
"Berapa tenaga deputi perundang-undangan dan tenaga ahli untuk membuat naskah akademik sekian banyak? Waktunya nggak cukup," ujar politisi Golkar ini.
Untuk mengatasi kemandekan pembuatan UU, Firman telah mengusulkan kepada Ketua DPR, agar menetapkan perubahan durasi masa reses dan menetapkan hari legislasi.
"Sehingga hari itu betul-betul tidak boleh dipakai untuk kegiatan lain, pengawasan maupun penganggaran. Betul-betul dimanfaatkan untuk bahas undang-undang," jelas Firman.
Usul lain dari Firman, anggota DPR RI bisa juga menyepakati pemangkasan durasi masa reses di sidang paripurna ketimbang membuat peraturan DPR yang baru. "Yang penting kita bersepakat, DPR punya komitmen mengalokasikan waktu untuk pembahasan uu," tambah Firman.
Untuk mengatasi kekurangan pembuat naskah akademik, alumnus UGM ini berencana mengusulkan kepada pimpinan DPR RI, agar menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi.
"Yang mempunyai kompetensi dan mempunyai kapabilitas membuat draf naskah akademik. Karena perguruan tinggi punya banyak doktor dan profesor yang bisa membantu," pungkas Firman.
Menyelesaikan 150 UU saja sudah untung. Pasalnya melihat kondisi DPR saat ini, maka target tersebut akan sulit tercapai.
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mengatakan, alokasi waktu merupakan permasalahan utama sulitnya pembuatan UU mencapai target.
"Kalau nggak ada alokasi waktu yang jelas, ya nggak tercapai," katanya, di ruang kerjanya, Jumat (29/5).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) ini menilai akibat revisi UU MD3, masa reses anggota DPR RI semakin banyak, dari empat kali menjadi lima kali dalam setahun. Akibatnya tugas anggota DPR RI di bidang legislasi terganggu.
"Padahal kalau mau bahas undang-undang nggak boleh konsentrasi di luar, harus konsentrasi di dalam. Sedangkan waktu masa sidang sangat pendek," ujar Firman.
Hambatan lain, kata legislator dapil Jawa Tengah III ini, adalah sumbatan birokrasi. Menurutnya, DPR RI sering kesulitan memperoleh sumber daya manusia untuk membuat naskah akademik.
"Berapa tenaga deputi perundang-undangan dan tenaga ahli untuk membuat naskah akademik sekian banyak? Waktunya nggak cukup," ujar politisi Golkar ini.
Untuk mengatasi kemandekan pembuatan UU, Firman telah mengusulkan kepada Ketua DPR, agar menetapkan perubahan durasi masa reses dan menetapkan hari legislasi.
"Sehingga hari itu betul-betul tidak boleh dipakai untuk kegiatan lain, pengawasan maupun penganggaran. Betul-betul dimanfaatkan untuk bahas undang-undang," jelas Firman.
Usul lain dari Firman, anggota DPR RI bisa juga menyepakati pemangkasan durasi masa reses di sidang paripurna ketimbang membuat peraturan DPR yang baru. "Yang penting kita bersepakat, DPR punya komitmen mengalokasikan waktu untuk pembahasan uu," tambah Firman.
Untuk mengatasi kekurangan pembuat naskah akademik, alumnus UGM ini berencana mengusulkan kepada pimpinan DPR RI, agar menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi.
"Yang mempunyai kompetensi dan mempunyai kapabilitas membuat draf naskah akademik. Karena perguruan tinggi punya banyak doktor dan profesor yang bisa membantu," pungkas Firman.
source: Gatranews.
Tidak ada komentar