Breaking News

Kisah Seorang Ibu Tentang Ahok yang Santun




Indoheadlinenews.com – Ini kisah dari ibu Sylvia Murni yang merasakan kebaikan dari Pak Ahok, kisah ini terjadi setahun yang lalu. Ada baiknya kisah tersebut kami ceritakan kembali di sini.

Banyaknya kritikan dan komentar bernada sumbang dari anggota DPRD DKI Jakarta, ternyata mampu membuat telinga Sylvia Murni menjadi panas. Karenanya, Sylvi mencari kesempatan untuk dapat menyampaikan pengelaman pribadinya tentang sikap dan kepribadian Ahok di matanya.

Manurut Sylvia Murni, DPRD DKI Jakarta licik mencari-cari kesalahan Gubernur Ahok. Komentar Gubernur Ahok diplintir oknm DPRD DKI Jakarta (M. Taufik, H. Lulung, Prasetyo. Ferrial) dan Pegawai Pemda DKI Jakarta (sylvia murni, yang konon sahabatnya mantan Gubernur DKI, Foke)

DPRD DKI Jakarta dengan licik menggiring opini agar rakyat memberi penilaian negatif dengan cara bicara Gubernur Ahok. Lelaki tangguh yang bergaya bicara blak -blak-an, dan tidak sungkan melontarkan berbagai umpatan, dan komentarnya sering diplintir dan dijadikan masalah besar, dengan tujuan supaya masalah yang paling penting, yakni korupsi oknum DPRD jadi terbungkus rapi.

Apalagi rapat terakhir antara Pemda DKI Jakarta vs DPRD DKI Jakarta, beberapa hari lalu, berakhir tanpa keputusan yang menguntungkan rakyat Jakarta. Rakyat Jakarta harus puas dengan anggaran Tahun 2014 yang lebih kecil, padahal di Tahun 2015 anak bayi juga tahu kalau semua barang naik harganya.

Konon satu penyebab mengapa akhirnya APBD 2014 harus digunakan di tahun 2015 karena ulah Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Prasetyo, yang selama ini dikenal sebagai ketua rapat, malah ngacir tak bertanggungjawab. Justru karena kurang kuorum tanda tangan dari anggota DPRD DKI Jakarta maka APBD 2015 tidak bisa digunakan di tahun 2015.

Lewat berbagai rapat dan pertunjukkan, rakyat Jakarta makin sadar kalau Anggota DPRD DKI Jakarta tidak perduli pada kepentingan rakyat. Yang perduli pada uang rakyat cuma Ahok dan beberapa pegawai Pemda DKI Jakarta yang punya hati nurani dan kepribadian agamis. (Bukan pajang title Haji seperti si Lulung, yang ternyata kaya raya dari bisnis ”hitam” tukang palak parkiran, atau bukan pajang nama Muhammad seperrti si M Taufik dari Gerindra yang ternyata baru keluar penjara karena korupsi sewaktu jadi ketua KPUD DKI Jakarta 2004 – 2008)

Ahok yang saya kenal
 

Peristiwanya sepele banget, namun memiliki kesan yang mendalam bagi seorang pejabat. Saat Kompasiana 
Nangkring Bareng di Grand Indonesia Jakarta tahun 2013, ratusan Kompasianer membludak menikmati diskusi hangat dengan Ahok yang saat itu Wakil Gubernur DKI Jakarta. Gaya bahasa Ahok memang seru dan menurut saya kocak. Dengan enteng dia sempat bilang akan pecat aparat Pemda yang diinfo oleh seorang Kompasiana sering meminta uang dari masyarakat.

Ahok juga dengan ceplas ceplos mengatakan, kalau ada pegawai Pemda yang pernah salah dan bikin macam-macam, tetapi sekarang sudah takut dan kapok sehingga bekerja benar, tolong masyarakat maafkan. Tapi kalau masih berpungli, silakan lapor ke sms Ahok sekarang.

Diskusi dengan Ahok sangat menyenangkan dan hangat, sehingga waktu tidak terasa. Untuk mengobati kekecewaan Kompasianer yang pertanyaannya tidak sempat langsung ditanggapi Ahok, panitia memberikan kesempatan foto bareng dengan Ahok.

Busyeeet deh sampai berlari-lari, ratusan Kompasianer langsung berebut menuju pinggiran bawah panggung, nggak ada yang mau kelewatan dari acara foto bareng dengan Ahok, Pahlawan Jakarta itu.

Saya yang datang bersama anak saya, saat itu usia 9 tahun dan 14 tahun juga nggak mau dong ketinggalan. Namun karena kalah body dengan mas mas yang tinggi besar, akhirnya anak saya yang 9 tahun dengan badan yang kecil dan kurus, terhimpit di belakang. Anak saya mulai kesakitan karena terdorong mas mas dan mbak mbak gendut di depannya.

Sebagai ibu, secara refleks saya meminta tolong teman saya, Mas Pepih Nugraha, bos Kompasiana yang masih asyik ngobrol dengan Ahok di atas panggung (sambil nunggu aba-aba dari fotografer).
 

“Pepih, tolong dong, anakku kejepit nih,” teriak saya supaya terdengar. Mas Pepih dan Pak Ahok yang sedang ngobrol sontak melihat ke arah saya.

Waktu itu, percaya atau tidak, justru Ahok yang datang duluan, mengangkat anak saya dari kerumunan orang, dan menggendongnya naik, dan mengajak anak saya berfoto persis di sebelahnya. Ahok sempat dengan santun meminta ijin, ” Boleh Anak ibu saya yang angkat ?” Saat itu, saya dan Bos Kompasiana, 

Pepih cuma sempat melongo karena tidak menyangka justru Ahok yang menolong.

Dari tindakan refleks tersebut, sebagai ibu dan warga Jakarta, saya terpesona. Bagaimana tidak, seorang pejabat secara santun, tidak sungkan-sungkan menolong rakyatnya, anak 9 tahun, yang sedang kejepit (ini beneran kejepit), mengangkatnya dari kerumunan, menggendongnya, dan menjaga anak itu hingga bisa berfoto di sebelahnya.

Ahok menyelamatkan anak saya dari himpitan ratusan Kompasianer di acara Nangkring Bareng tahun 2013 lalu. Namun kejadian semenit yang menyenangkan itu, tidak pernah hilang, dan terus melekat di pikiran dan hati saya.

Berdasarkan pengalaman pribadi tersebut, saya tahu kalau Ahok adalah Bapak yang baik dan suka menolong. Gerakan refleks yang cuma hitungan detik itu tidak bisa dibuat-buat, namanya saja gerakan refleks.

Mungkin kalau yang di situ Haji Lulung atau M Taufik ceritanya beda banget. Saya yakin kalau si preman dan si koruptor itu pura-pura tuli, karena mungkin bagi anggota “dewan yang terhormat” itu, rakyat Jakarta cuma jadi sapi perah untuk menambah pundi-pundi kekayaan. Kalau rakyat susah, nggak bakal mereka pikirkan.

Jadi kalau sampai Ahok mengamuk, marah-marah, bahkan memaki-maki, menurut saya memang anggota DPRD dan pegawai Pemda DKI yang kurang ajar ingin memanipulasi APBD.

Orang kotor dan otaknya jahat memang tidak bakal sanggup bergaul dengan orang-orang bersih dan berani. Jadi pesan saya, jangan ada oknum DPRD yang mencoba menyingkirkan Ahok Pahlawan Jakarta. Rakyat Jakarta melihat. Rakyat Jakarta mencatat.

Oya kalau soal maki maki, coba cek diri sendiri deh. Apa iya Anda seumur hidup tidak pernah memaki. Apa iya di tengah kemacetan, dan ada sepeda motor nyelonong dan menyenggol mobil, Anda tidak refleks memaki? Apa iya Anda cuma tersenyum dan berbahasa munafik, jika anda tahu uang rakyat Rp 12,1 Trilyun siap ditilep, dicuri oknum DPRD DKI Jakarta dan pegawai Pemda DKI Jakarta. Apa iya anda cuma tersenyum kalau sebagai atasan, Anda dicurangi dan ditipu habis-habisan oleh bawahan Anda?
Jadi mari kita dukung dan doakan Ahok dan jajaran Pemda DKI Jakarta semoga bisa mengelola APBD dengan benar dan bermanfaat maksimal untuk DKI Jakarta.


sumber: wartaekspres.com

Tidak ada komentar